Manusia mempunyai sifat yang holistik, dalam artian manusia adalah makhluk fisik, psikologis, sekaligus rohani, dan aspek-aspek ini saling berkaitan satu sama lain dan saling mempengaruhi. Sebagai makhluk yang berfisik, memiliki kelemahan-kelemahan fisik adalah hal yang nyata bahkan ungkapan yang umum mengatakan bahwa manusia mulai mati sejak ia dilahirkan. Secara literal, sesudah orang-orang berusia 40-an maka ribuan sel otaknya mulai mati setiap harinya. Manusia harus terus berjuang untuk melawan berbagai penyakit fisik yang datang dalam hidupnya. Hal yang tidak tampak dari luar adalah kenyataan bahwa kondisi fisik manusia secara integral berkaitan dengan kondisi psikologis dan rohaninya. Manusia adalah satu kesatuan.
Apa yang terjadi dengan kondisi fisik manusia akan mempengaruhi pula kondisi psikologis dan rohaninya. Penyakit fisik yang dialami seseorang tidak hanya menyerang manusia secara fisik saja tetapi juga dapat membawa masalah-masalah bagi kondisi psikologisnya dan rohaninya. Demikian pula sebaliknya.
Macam-macam Masalah Kejiwaan pada Manusia
Ada berbagai macam masalah kejiwaan yang sering dialami manusia. Berikut ini adalah beberapa masalah kejiwaan tersebut. Masalah kejiwaan yang cukup banyak dikeluhkan oleh mereka yang datang dari berbagai kalangan masyarakat.
1. Masalah Kejiwaan - Schizophrenia
Masalah kejiwaan yang pertama adalah schizophrenia. Masalah kejiwaan yang satu ini sepertinya cukup familiar, namun sampai saat ini schizophrenia belum diketahui penyebabnya secara pasti. Ada yang berpendapat kalau penyakit jiwa ini berasal dari keturunan. Ada juga yang berpendapat kalau schizophrenia disebabkan karena rusaknya kalenjar-kalenjar tertentu.
Ketidakseimbangan dopamine (salah satu sel otak) juga disinyalir menjadi penyebab dari masalah kejiwaan ini. Namun bukti lain menyatakan bahwa penyakit ini disebabkan karena terjadinya perisitiwa yang menekan dan berbagai masalah yang tidak sanggup diatasi.
Masalah kejiwaan ini mengenal tahapan. Tahapan awal dan tahapan lanjut. Gejala-gejala yang timbul saat seseorang akan mengalami schiphrenia (pre-skizophrenia) antara lain ketidakmampuan untuk mengekpresikan emosi (wajah dingin, sulit senyum, cuek). Penderita juga biasanya sulit diajak komunikasi. Bicaranya ngawur dan tidak fokus. Ia juga berubah menjadi orang yang pemalu, tertutup, dan menarik diri dari pergaulan. Terkadang juga sering menantang tanpa alasan jelas, mengganggu, dan tidak disiplin.
Pada tahapan lanjutan atau tahap akut, penderita schiprenia sering mengalami halusinasi (persepsi tanpa ada rangsangan panca indera) dan delusi (keyakinan yang salah). Ia mengalami gangguan pemikiran (kognitif). Saat itulah seseorang dicurigai telah mengalami masalah kejiwaan, schizophrenia.
2. Masalah Kejiwaan - Paranoia
Masalah kejiwaan selanjutnya adalah paranoia. Orang yang menderita paranoia cenderung mengalami delusi (keyakinan yang salah). Keyakinan yang salah bisa ditujukan kepada dirinya dan bisa juga kepada orang lain. Orang sering menyebutnya dengan penyakit “gila kebesaran atau penghormatan atau penghargaan” atau “gila menuduh orang”.
Contoh dari seseorang yang mengalami masalah kejiwaan ini adalah, ketika seorang istri yang menyangka suaminya akan meracuni dirinya. Kemudian ia pun selalu curiga jika suaminya membawakan makanan atau minuman untuk dirinya. Ia juga tidak bisa tidur dengan tenang karena takut suaminya akan menyuntikan cairan mematikan ke dalam tubuhnya.
Penderita paranoia juga biasanya menganggap dirinya orang besar dan hebat. Ia meyakini dirinya seorang pemimpin besar bahkan menganggap dirinya sebagai nabi dan Tuhan. Dalam bahasa Yunani, masalah kejiwaan yang satu ini berarti diluar pikiran, para ‘diluar’ dan nous ‘pikiran’. Penderita masalah kejiwaan yang satu ini biasa disebut paranoid.
Orang yang menderita paranoia selalu terlihat mempunyai kecerdasan tinggi, ingatannya kuat, emosinya tampak berimbang dan cocok dengan pemikirannya. Awalnya orang menyangka bawa ia mempunyai pemikiran yang logis dan benar. Tapi pada hakikatnya ia mempunyai keyakinan yang salah dan perhatian serta perkataannya dikendalikan oleh keyakinan yang salah itu.
3. Masalah Kejiwaan - Manic Depressive
Orang yang menderita masalah kejiwaan manic depressive sering mengalami rasa besar atau gembira namun kemudian perasaan itu berubah menjadi perasaan sedih atau tertekan. Masalah kejiwaan yang satu ini biasa juga disebut sebagai bipolar disorder.
Gangguan manic depressive merupakan diagnosis psikiatri yang menggambarkan gangguan mood yang abnormal. Gejala masalah kejiwaan ini umumnya terjadi pada usia remaja dan ketika manusia remaja menginjak dewasa awal. Manic depressive juga memungkinkan peningkatan risiko bunuh diri pada penderitanya.
Penyebab masalah kejiwaan yang satu ini secara umum dibedakan menjadi dua, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Namun, dari kedua faktor tersebut, faktor genetik disinyalir memiliki peran yang lebih besar sebagai penyebab masalah kesehatan ini. Penyembuhan masalah kejiwaan yang satu ini dengan mengonsultasikannya pada psikiater dan memberikannya obat secara teratur.
Ada dua gejala yang dialami oleh penderita masalah kejiwaan ini, yaitu:
a. Masalah Kejiwaan Manic Depressive - Mania
Orang menyebutnya “gila kumat-kumatan”. Gejala yang pertama dari masalah kejiwaan ini ditunjukkan dari reaksi. Penderita mania awalnya ia terlihat geram, marah, berteriak-teriak, mencaci-maki, kemudian secara tiba-tiba ia kembali tenang dan bekerja seperti biasa. Atau bisa juga sebaliknya, ia awalnya merasa gembira yang berlebihan lalu tiba-tiba menjadi muram dan tidak berdaya.
Orang yang mengalami mania ringan terlihat aktif, tidak kenal lelah, dan suka menguasai pembicaraan. Namun ia juga pantang untuk ditegur dan tidak mampu mendengar kecaman dari orang lain. Ia juga sangat suka mencampuri urusan orang lain.
Pada tahap mania yang lebih berat, orang ini sering mengalami delusi dan lamunan yang sangat dalam. Sering mengungkapkan kegembiraan secara berlebihan dan tidak bisa membedakan tempat, waktu, serta orang di sekelilingnya.
b. Masalah Kejiwaan Manic Depressive - Melancholia
Gejala melancholia adalah di mana seseorang kehilangan harapan. Ia terlihat muram, sedih, dan putus asa. Penderita merasa kalau dirinya diserang berbagai macam penyakit yang tidak disembuhkan. Ia juga kadang merasa bersalah karena telah berbuat dosa yang tidak terampuni. Bahayanya, penderita masalah kejiwaan dari gejala manic depressive ini sering sekali menyakiti dirinya sendiri.
Masalah Fisik sebagai Penyebab Masalah Emosi
Kondisi fisik mempunyai pengaruh langsung terhadap kesehatan emosi manusia, misalnya penyakit-penyakit tertentu sekaligus penggunaan obat-obatan tertentu untuk mengobati problema-problema fisik dapat menimbulkan gejala-gejala atau simptom depresi. Penyakit- penyakit yang dapat menyebabkan depresi antara lain penyakit- penyakit yang disebabkan oleh virus (mononukleosis dan pneumonia), gangguan endokrin (hypothyroidisme), kanker, dan multiple sklerosis. Depresi juga dapat timbul karena dampak-dampak yang ditimbulkan oleh obat-obatan, termasuk di dalamnya adalah obat penenang mayor dan minor, pil KB, obat-obatan untuk tekanan darah tinggi, dan alkohol.
Gejala kecemasan yang dirasakan seseorang kadang-kadang juga berkaitan dengan kondisi fisiknya. Perasaan tegang, gemetar, atau bahkan panik misalnya dapat disebabkan oleh gangguan endokrin (hyperthyroidisme), ketidaknormalan hormon (phenochromocitoma), dan berbagai macam obat-obatan yang mengandung kafein, ganja, LSD, PCP, dan amfetamine.
Psikosis atau kehilangan pijakan atas realita merupakan salah satu dari berbagai gangguan emosi yang ada yang disebabkan oleh masalah- masalah fisik seperti porphyria, Wilson's disease, Huntington's chorea, gangguan endokrin, dan tumor temporal lobe otak. Selain itu ada pula obat-obatan yang menyebabkan seseorang benar-benar kehilangan kontak dengan realitas. Obat-obatan tersebut antara lain obat-obat terlarang seperti amphetamin, kokain, LSD, PCP, dan ganja; resep dokter yang ditujukan untuk mengobati depresi, Parkinson, atau TBC; alkohol; dan bahkan obat-obatan seperti obat yang dihirup, bromida yang berisi senyawa kimia adalah untuk meredakan kecemasan, dan obat tidur.
Kepribadian seseorang bahkan dapat juga berubah karena masalah- masalah fisik, seperti perubahan pribadi seseorang karena sakit pikun misalnya.
Gangguan Emosi sebagai Penyebab Gangguan Fisik
Jika problem fisik dapat menyebabkan gangguan emosi, begitu pula sebaliknya, gangguan emosi dapat menyebabkan gangguan fisik. Stres misalnya seringkali dianggap sebagai penyebab utama penyakit fisik psiko-fisiologis (maag/ulcer, colitis, tekanan darah tinggi). Orang yang hidup dalam kehidupan penuh dengan tekanan atau terikat dengan jadwal yang sangat ketat berpotensi berpenyakit jantung koroner. Fakta yang benar-benar mengejutkan tentang stres adalah kenyataan bahwa stres dapat menyebabkan neurotransmiter hilang dari otak (norepinephrine, serotonin, dopamine) sehingga orang yang bersangkutan mengalami depresi atau psikosis. Stres juga dapat memperlambat proses penyembuhan bagian-bagian tubuh yang mengalami infeksi karena penyakit atau habis dioperasi. Kesepian misalnya merupakan faktor potensial penyebab penyakit jantung koroner atau kanker. Suatu penelitian bahkan pernah mengatakan bahwa pada tahun pertama setelah kematian salah seorang anggota keluarga, angka kematian akan meningkat tujuh kali lipat lebih banyak.
Gangguan Emosi dan Fisik dapat Mempengaruhi Kehidupan Rohani
Indikasi lain yang membuktikan bahwa aspek-aspek dalam diri manusia saling berkaitan dan mempengaruhi adalah kenyataan bahwa gangguan emosi dan fisik ikut pula mempengaruhi kehidupan rohani seseorang. Seseorang yang memiliki penyakit epilepsi temporal-lobe misalnya, akan memperlihatkan kecenderungan untuk mengalami perubahan interes akan agama dan bermoral baik. Seseorang yang memiliki gejala gangguan psikotik mungkin akan asyik dengan hal-hal yang berbau keagamaan. Sedangkan orang yang memiliki kecenderungan obsesive- kompulsif neurosis sering kali merasa ketakutan kalau-kalau dia melakukan dosa yang tak termaafkan atau seandainya dia tidak mempercayai Kristus lagi. Pada pasien manic-depresif, ia sering kali berbicara dengan menggunakan jargon-jargon keagamaan. Sementara itu, orang-orang schizofrenia atau berkepribadian ganda sering kali dianggap kerasukan setan, padahal tidak. Hal ini dapat dibuktikan dengan pengobatan anti-psikotik.
Faktor-faktor Genetik Penyebab Kecenderungan Masalah-masalah
Walaupun kita tidak mewarisi masalah-masalah psikologis, mungkin kita mewarisi faktor-faktor genetik yang membuat kita memiliki kecenderungan mengalami masalah-masalah psikologis tertentu. Ada sejumlah penelitian yang mendukung pendapat yang dikemukakan ini. Misalnya saja, schizophrenia dalam populasi umum hanya 1% saja. Namun demikian, bila salah satu dari orangtua kita adalah penderita schizoprenia, maka resiko keturunannya terkena schizophrenia meningkat menjadi 50%, tetapi kalau yang terkena adalah kedua-duanya maka resiko juga ikut meningkat menjadi dua kali lipat. Untuk kembar fraternal, bila salah satunya menderita schizophrenia, maka resiko menderita schizophrenia pada kembarannya meningkat menjadi 10%. Sebaliknya, bila yang menderita adalah satu dari dua anak kembar identik, maka resiko kembarannya ikut menderita schizophrenia lebih besar lagi, yaitu 50%. Resiko ini tetap ada walaupun salah satu dari saudara kembar tersebut dipisahkan bahkan sejak dari lahir.
Tingkat gangguan jiwa manic-depresif juga memberikan suatu bukti akan adanya kecenderungan masalah-masalah fisik yang mempengaruhi masalah-masalah psikologis. Keluarga dekat penderita manic-depresif memiliki potensi dua puluh kali lipat terkena manic depresif dibandingkan dengan populasi umum. Penelitian atas anak kembar (termasuk juga kembar yang dipisahkan sejak kecil) semakin menguatkan bukti akan adanya pengaruh dari faktor genetik terhadap problem-problem psikologis. Penelitian hubungan genetik yang pernah dilakukan memberikan suatu bukti yang mengejutkan yaitu bahwa pada jenis tertentu manic-depresif, kromosom x merupakan kromosom karier.
Lebih dari itu, dari banyak penelitian telah dilakukan tentang pengaruh genetik terhadap problem psikologis individual membuktikan bahwa ada suatu hubungan antara kelemahan genetik dengan kasus-kasus depresi yang lain. Misalnya saja, 30% dari penderita depresi yang diteliti ternyata memiliki sejarah depresi dalam keluarganya. Bila penderita adalah salah satu dari kembar fraternal, maka kembarannya memiliki potensi terkena depresi hanya 10%. Namun jika yang menderita depresi adalah salah satu dari kembar identik, maka resiko terkena depresi bagi kembarannya meningkat menjadi 76%. Bagi kembar identik yang dipisahkan sejak kecil, potensi terkena depresi bila salah satu dari mereka terkena depresi tetap besar, yaitu 67%. Data yang diperoleh dari penelitian yang pernah dilakukan cukup besar. Meskipun menyimpulkan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh faktor keturunan adalah keliru, kelemahan genetik memang dapat membuat seseorang memiliki kecenderungan untuk mengalami gangguan psikologis tertentu. Stres dapat juga merupakan manifestasi dari kelemahan genetik tersebut.
Gejala Umum Kejiwaan Manusia dan Proses Berpikir Manusia Dalam Pemecahan Masalah
Persoalan roh menjadi sebuah teka-teki bagi manusia; sejak dari masa sebelum Al-masih, masalah jiwa manusia atau roh ini menjadi bahan pembahasan pokok dalam dunia filosofi. Dimulai dari masa Socrates, Plato, Aristoteles, sampai Neo-Platonik, manusia berusaha untuk menerka apa dan bagaimana hakikat dari roh itu? Apakah itu riil ada atau hanya sebuah kiasan kata yang tidak mempunyai bentuk makna sama sekali.
Adalah Socrates yang beranggapan bahwa badan manusia adalah alat dari jiwa manusia yang diibaratkan dengan kapal dan nahkodanya: nahkodanya adalah jiwa dan kapalnya badan, dan badan tidak lebih dari sekedar alat bahkan dianggap sebagai penjara bagi jiwa, karena dengan adanya jiwa dalam tubuh itu membuat jiwa tidak bebas bergerak dan berfikir. Alasan inilah yang menyebabkan dia tidak menolak atau lari dari hukuman yang dijatuhkan kepadanya untuk minum racun, dan ia malah menyambutnya dengan senang hati karena ia akan terlepas dari penjara badan dan akan bebas untuk berfikir.
Plato adalah murid dari Socrates yang memiliki pandangan yang tidak jauh berbeda dengan Socrates, dia menganggap bahwa dunia ini dan segala yang ada hanyalah bayangan dari sebuah alam, alam lain, yang terpisah dari alam ini, yang disebut alam ideal (alam hakiki), dan segala yang ada di alam ini adalah semu. Dengan demikian badan kita bukanlah badan sebenarnya, menurut dia, karena masih ada alam lain yang merupakan alam sebenarnya.
Datang setelah Plato, sebuah aliran baru yang bernama aliran Aristoteles, yang lebih rasionalis dan mengembalikan pikiran manusia dari dunia khayal atau dunia langit ke bumi, karena dia memandang segala sesuatu atas apa yang terjadi atau fakta, dia tidak meyakini akan adanya alam ideal, dan ia menganggapnya ia hanyalah sebuah istilah yang tidak ada dalam realita. maka diapun beranggapan bahwa jiwa itu mati setelah badannya mati.
Demikian asumsi-asumsi atau pandangan para pendahulu filosof tentang jiwa manusia. Dan pikiran inilah yang pertama kali menjadi perbincangan para pendahulu Eropa yang mengambil pemikiran filsafat Yunani dari terjemahan dan karangan bangsa Muslim Arab, terutama Ibnu Rusydi (Averroes) dan Ibnu Sina (Avicenna) yang masuk Eropa lewat Andalusia (Spanyol) ketika masa ekspansi Islam yang dilakukan oleh Daulah Umawiyah yang terkenal dengan masa kejayaan Islam dengan budaya ilmiyahnya dan melahirkan banyak tokoh berpengaruh dalam permulaan pengembangan ilmu pengetahuan Eropa yang sebelumnya sempat macet selama berada dalam masa kegelapan, dan ilmu pengetahuan hanya terbatas pada kaum gereja.
Terdapatlah sebuah gerakan terkenal dengan nama Averroeism di Eropa, yang beraliran Aristotelian, disamping yang dibawa oleh St. Thomas Equinas. Diantara pengikut dan pembela Averroism ini adalah Seagar Baraban; dia beranggapan bahwa jiwa itu ikut mati dengan matinya jasad, dan dia beranggapan bahwa balasan perbuatan manusia tidak harus di akhirat, bisa terjadi di dunia; namun demikian, dia tidak sampai berpendapat sebagaimana John Scout Eurigiena yang beranggapan bahwa siksa dan pahala itu adalah perasaan yang kita rasakan di dunia ini: perasaan menyesal dan tersiksa ketika kita melakukan kesalahan, dan perasaan senang dan bahagia ketika melakukan kebaikan.
Namun, perdebatan tentang asal usul roh dan jiwa ini mengalami masa surut dan hampir terhapus, tepatnya menjelang memasuki abad 14. dimulai dari munculnya seorang filosof yang bernama William Okam yang mengkritik pendapat St. Thomas Aquinas dan kaum Skolastik tentang bukti adanya Tuhan dan yang sejenisnya, dia tidak mempercayai kecuali apa yang ada dan bisa disaksikan, dia menganggap bahwa jiwa manusia tidak bisa dibuktikan keberadaannya. Dengan demikian dia tidak mempercayai adanya jiwa atau roh manusia maupun kekelannya untuk mendapatkan pembalasan atas apa yang telah dilakukan.
hai,,boleh kenalan gak nih?
ReplyDelete